Kamis, 29 September 2011

KASIM SELAMAT vs KASIM SELANGAT


“Dimana kan ku cari ganti, serupa denganmu”

Petikan lirik lagu Dimana Kan Ku Cari Ganti yang digubah dan dinyanyikan oleh P Ramlee memang melegenda dihati masyarakat. Apalagi ditambah dengan cerita atau film yang fenomenal yakni Ibu Mertuaku yang diperankan oleh P Ramlee, Sarimah dan Mak Lenggang. P Ramlee sebagai Kasim Selamat yang merupakan seniman saxophone yang handal, sedangkan Sarimah sebagai Sabariah, istri dari Kasim Selamat yang perjodohhannya ditentang oleh Ibu Sabariah yakni Mak Lenggang. Kisah ini memilukan hati meski didalamnya dikemas dengan unsur mendidik dan perjalanan hidup manusia yang cukup pahit dan panjang. Kasim Selamat dan Sabariah menikah dan mereka hidup dalam keadaan yang memilukan. Hingga akhirnya mereka menetap di kolong rumah panggung hingga Sabariah berbadan dua. Kemudian Sabariah dibawa Ibunya kembali kerumah dengan alasan untuk menjaga kandungan Sabariah. Kasim Selamat tinggallah seorang diri hingga melayanglah sebuah telegram yang bertuliskan Sabariah Meninggal Dunia dari ibunda Sabariah. Kasim Selamat menangis hingga kurun waktu yang tak terhingga sampai ia mengalami kebutaan. Tragis kan????

Kisah ini memang sedikit nyeleneh dan ngawur, karena sedikit ada perbedaan antara Kasim Selamat dan Kasim Selangat. Apa perbedaannya? Mari kita simak.

Kasim Selamat memang handal dalam memainkan atau meniup saxophone, sedangkan Kasim Selangat mahir dalam mencari, memancing dan menjualkan ikan Selangat dengan mendorongkan gerobak berwarna hijau itu ke sekeliling kampung. Kasim atau sering dipanggil We, oleh masyarakat Teluk Keriting memang merupakan salah satu orang kurang upaya atau sedikit mengalami keterbelakangan. Meski ia memiliki keterbelakangan, ia memiliki nyali yang cukup kuat dan hebat untuk mengarungi bahtera kehidupan. Segala jenis pekerjaan yang terus ia geluti, meski hanya sebatas kemampuan dan keterampilannya yang ia miliki, sehingga ia mampu menghidupi kehidupannya sehari-hari. Dari menjual ikan selangat, gong-gong, kerang, udang, jambu, ikan tamban dan lain sebagainya dengan alasan untuk menafkahi dirinya sendiri. Menurut kabar dari masyarakat Teluk Keriting, ia berasal dari Tanjung Siambang, sebuah daerah yang tidak jauh dari kawasan Dompak. Kasim ini dikenal dengan orang yang menjual ikan selangat dengan berkeliling kampung sambil berteriak “Ikaaann....ikaaaann...” sambil mendorong gerobak berwarna hijau itu.

Ikan yang dijualnya memang ikan selangat, takarannya lebih kurang 1 kilogram dengan harga berkisar Rp7000 sampai Rp10.000 tergantung harga pasaran ikan tersebut. Terlihat dalam gerobak itu ada beberapa kantong ikan yang sudah ditakarnya. Dalam sehari mungkin ia menjaja ikan sekitar 10 kantong paling banyak. Berarti jika 1 kantong berisi ikan seberat 1 kilo, maka dalam sehari ia menjual ikan sebanyak 10 kilo.

“Bang, ape cerite?” tanya Ijal kepada Bang Kasim.

“Biaselah....” jawabnya singkat sambil tersenyum.

“Biase kenape pulak?” tanya Ijal lagi kepada Bang Kasim.

“Ni ha, ikan selangat lah” jawabnya sambil tersengeh.

“Memang handal abang ni, tak ade orang yang macam abang. Dulu ade cerite Kasim Selamat, sekarang dah ade pulak orang yang jual ikan selangat bername Kasim, jadilah abang Kasim Selangat” ujar Ijal kembali sambil menepuk bahu Bang Kasim.

“Selangat, selangatlahhh...” balasnya dengan terbahak.

Tersebarlah sebutan itu ke masyarakat. Memang Bang Kasim atau We itu identik dengan ikan Selangat. Memang sebenarnya ikan ini kurang banyak diminati oleh masyarakat dengan alasan terlalu banyak tulang halus yang ada di daging ikan itu. Namun ikan ini sebenarnya cukup gurih dan enak, asalkan tidak memikirkan seberapa banyak tulang halus yang ada di daging ikan tersebut.

“Mak cik, tak beli ikan?” pekik Bang Kasim dari luar rumah Mak Cik Siti.

“Ikan ape tu?” tanya Mak Cik Siti sambil menuju keluar.

“Ikan biase, ikan selangat.” Jawab Bang Kasim.

“Tak nak lah, Sim. Banyak tulang, abang engkau tak suke. Nanti tak dimakan pulak. Tapi tak apelah, Mak Cik nak beli 3 kantong, untuk jualan nasi lemak besok. Kan sedap kalau digoreng garing.” Ucap Mak Cik Siti.

“Ha, ambik lah ni, 3 kantong due puluh ribu aje lah, biar gampang hitungnye.” Ucap bang Kasim.

“Nah, due lime. Selebihnye ambik untuk awak ye, Sim.” Ujar Mak Cik Siti sambil mengulurkan uang kepada Bang Kasim.

“Terime kaseh lah. Saye jalan dulu ye.” Pamit Kasim.

Memang Bang Kasim, memiliki rejeki yang luar biasa. Banyak orang menaruh kasihan kepadanya dengan membeli dan membayar dagangannya dengan uang lebih atau kadang memberikan sedekah untuknya. Bang Kasim Selangat pun menerimanya dengan ikhlas meski dirinya tak pernah meminta-minta atau mengemis kepada orang lain.

“Saye selagi mampu, kuat dan sehat untuk mencari nafkah, lebih baik berusaha daripada meminta-minta. Karena saye berpedoman dengan sebutan Tangan diatas itu lebih baik daripade tangan dibawah.” Ucap Bang Kasim kepada saya.

“Betul tu bang, saye pun salut dengan abang yang tungkus lumus mencari rejeki demi membiayakan hidup sehari-hari. Kadang ade orang yang masih kuat perkase, mude belie dah ade yang mengemis di pinggir jalan. Kalau saye lah, lebih mulie die mengamen, menghibur orang atau menjual koran ditiap-tiap lampu merah.” Jawab saya kepada Bang Kasim.

Kasim Selamat dan Kasim Selangat ibaratkan mata rantai yang tak dapat dipisahkan. Sebab memiliki keistimewaan dalam hati masyarakat. Jika semua manusia memiliki pandangan hidup seperti Bang Kasim, mungkin negeri ini akan sejahtera dan makmur. Kemandirian dan sikap berdikari Bang Kasim, membuat saya menaruh decak kagum.

Setelah berbincang cukup lama dengan Bang Kasim, kamipun berpamitan pulang dan Bang Kasim kembali menjaja dagangannya dengan semangat.

“Ikaaaaannn...... Ikaaaaaannn....” pekik Bang Kasim kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar