Selasa, 23 Agustus 2011

USUL MENUNJUKKAN ASAL, BAHASA MENUNJUKKAN BANGSA


Oleh : Fakhriyansyah

Tatkala fajar membahana melembayung di ufuk barat, terfikir pula tentang harapan untuk esoknya akankah bisa menapaki hari dengan sempurna seperti hari ini. Ada sebuah harapan besar tentang darah yang mengalir pada diri ini tentang MELAYU. Ada sedikit problema yang dihadapi oleh kita penerus Melayu dewasa ini. Yaitu mengenai budi dan bahasa. Melayu identik dengan sekumpulan orang yang berdiam di suatu wilayah dengan memiliki karakter dan budaya yang berbudi bahasa santun. Ingatlah, dalam Gurindam 12 pasal 5, Raja Ali Haji mengutamakan budi dan bahasa dalam bait pertama, yang berbunyi : Jika hendak mengenal orang berbangsa/ Lihat kepada budi dan bahasa//. Inilah tonggak yang, dimana kita yang memiliki garis keturunan dan berdarah Melayu harus mempertahankannya.

Ada sebuah ungkapan atau cakap-cakap orang-orang tua Melayu zaman dahulu tentang budi dan bahasa, yakni : Usul menunjukkan asal, bahasa menunjukkan bangsa dan ada juga yang mewariskan peribahasa yang mengatakan : Taat pada petuah, setia kepada sumpah, mati pada janji, melarat karena budi. Hidup di dunia hendaknya berbudi pekerti luhur, berbudi bahasa, bersopan santun dan berkelakuan yang baik. Sebab kemanapun akan kita langkahkan kaki ini, orang akan merasakan kenyamanan bila berdekatan kita atau orang lain akan menjadi senang dengan kita. Buatlah kesan yang menyenangkan bila berhadapan dengan sesiapapun.

Mengenai budi dan bahasa Melayu, ini sangat relevan sekali bila digandengkan dengan dunia pendidikan. Dewasa ini, sedang digencar-gencarnya digiatkan dan diaplikasikan ke semua jenjang pendidikan mengenai pendidikan karakter dan budaya bangsa. Yang katanya, akan menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki budi pekerti luhur, cerdas dan berakhlak mulia. Hal ini memang awalnya sangat sulit dilakukan dan diterapkan. Sebab, untuk membangun ini semua membutuhkan waktu yang relatif lama. Semulanya ada 18 butir-butir pendidikan karakter dan budaya bangsa kini bertambah menjadi 20 butir. Kalau ditilik secara mendetail, semuanya itu sangat relevan dengan budi dan bahasa Melayu.

Kebanyakan masyarakat saat ini, sudah banyak yang mulai memudarkan hal-hal yang sudah dijelaskan diatas. Budi dan bahasa yang sudah kekal dan mendarah daging di masyarakat Melayu, seolah memudar bagaikan kain yang lusuh. Kurang bersopan santun, berbicara tak kenal jenjang, apakah dengan yang anak-anak, sebaya usia, orang tua dan pemimpin sepertinya dianggap sama rata. Inilah dilema yang kita hadapi dan merupakan tugas kita untuk mengubahnya. Tersebab kalau tidak seperti itu, kemungkinan kebiasaan bersopan santun berbudi bahasa orang Melayu, lambat laun akan hilang ditelan zaman dan keegoisan manusia modern. Ingatlah pesan Hang Tuah, Tak kan Melayu hilang dibumi.

Yang kurik itu kundi

Yang merah itu saga

Yang cantik itu budi

Yang indah itu bahasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar