![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgpaJEISHO3JjaMpoEBAoBbhmYIciVh2jJIf980pdA8db8CfgpsPrZrBO_uES5HYBPnaZHWBOxR-UEjTFqbHOZJfxFKx_-aLWjdcZaA2AGl9hKnkGPoKXOEe_DFUXqIjtDF6-9Ji0tUKpV5/s400/PUSTAKA+UCAPKAN+PUASA.jpg)
Kepala, Pengelola dan Anggota Perpustakaan SMP Negeri 5 Tanjungpinang
Mengucapkan
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA
Karya : Fakhriyansyah
Bila penyapu itu dipakai
Terus-terusan
Ijuk terburai dengan hampa
Bertabur entah suka-sukanya
Berkelabut menyimpai makna
Hingga tebuang dengan sengaja
Penyapu itu menjadi ranjau
Penyapu ranjau kononnya
Sok berani menyapu kemustahilan
Hidup penuh dugaan
Berani menumpas kezaliman
Makhluk tak berkompeten
Bukan penyapu sembarang penyapu
Penyapu ranjau terkena silau
Harta dan promosi jabatan
Penyapu menampi hal-hal tabu
Bak penyapu bersisi dua
Sini sapu yang situ
Sana sapu pula yang sini
Menipu sana
Menipu sini
Dasar penyapu
Penyapu ranjau terkena sial
Memang sial
Kalau penyapu dah sial
Ape nak jadi???
Kemane promosi jabatan itu
Kemane harte melimpah itu
Bile semue terjangkit virus “SIAL”
Puasisih.....
Negeri Pantun, 15 Juli 2011
My room, 20.44 wib
Tergetar hati ini
Saat malam menumpah
Bertebaran segenap gemercik bintang
Rasanya terang
Bulan pun seperti riang-riang gembira
Tak ada tanda-tanda
Untuk melepasnya untuk pergi
Sepuluh lebih sepuluh
Ku buka lentera nokia ku disamping telinga kiri
Ternyata ada sebuah pesan singkat
Yang mengabarkan bahwa
“Kau telah tiada”
Aku terdiam sejenak
Bertanya-tanya dalam hati
Bingung tak karuan
Seingatku...
Terakhir ku jumpa
Ku melihat dirimu masih bersiar-siar
Memakai motor barumu
Di tepi laut bersama buah hatimu
Mungkin itulah yang terakhir kali ku melihatmu
Malam menjadi kelam
Membuncah rasa sedih
Duka dan pilu
Saat sosok sastrawan dan budayawan itu
Pergi melayang
Meninggalkan kita
Untuk selamanya
Membekaskan segenap keindahan makna kata
Yang tersirat dalam karyamu yang spektakuler
Matahari kini telah terbenam didasar lautan
Mutiara pun telah karam
Sepuluh ribu pantun memberikan selaksa kenangan
Sebagai tanda kasih sayang darimu
Bangsawan....
Namun...
Ku yakin akan terbit lagi matahari
Yang berasal dari bawah laut
Sebagai penggantimu
Akan timbul mutiara indah
Yang karam dilautan
Untuk memberikan sinar yang baru
Untuk negeri kata-kata
Lekaslah lahir sejuta, semiliyar dan setrilyun pantun
Sebagai senjata utama tuturan
Di negeri Pantun ini
Tok Tusiran...
Selamat Jalan
Innalilahiwainailaihirajiun
Tenanglah...
Sampailah...
DipangkuanNya dengan lancar
Kami disini kau tinggalkan
Dengan penuh keyakinan dan doa
Untuk perjalananmu yang abadi
Selamat Jalan....
Negeri Pantun, 13 Juli 2011
My room, 22.56 wib
Bila ditanya tentang NIKAH
Rasanya tak bisa menjawab
Tapi suatu saat nanti pasti akan dijalani
Bukan mudah menyatukan dua hati
Untuk waktu lama hingga akhir zaman
Sebab menikah merupakan proses membuka tabir
Yang dirahasiakan
Aku sang calon suami
Sosok lelaki yang akan menikahi kamu
Wahai kekasih
Memanglah bukan sosok mulia
Seperti Muhammad
Tidak pula begitu gagah
Seperti Musa
Apalagi setampan Yusuf
Justru aku,
Suamimu hanyalah pria
Yang akan menemanimu hingga akhir zaman
Hanya memiliki segudang romantisme
Segudang cita-cita
Dan sejuta harapan untuk meneruskan
Zuriat-zuriat soleh dan soleha
Kelak...
Menikah memang suatu pelajaran baru untuk kita
Yang memang wajib kita pelajari
Aku sebagai suami, kelak
Tak ubahnya sebuah naungan
Dan kamu sebagai orang yang dinaunginya
Ibaratkan sebuah rumah
Kamu penghuninya
Layaknya nakhoda, kamulah penumpangnya
Bagaikan raja, kamu permaisurinya
Ibaratkan aku ular berbisa, kamu menjadi penawarnya
Umpama aku pengemudi yang mengantuk
Hingga aku hampir lepas kendali
Kamu mampu menjadi pengendali yang ulung
Wahai istriku...
Bila nikah nanti
Kita harus mengenali pentingnya iman dan taqwa
Seperti pesantren kecil yang mengajarkan kita tentang
Arti kesabaran, keikhlasan dan ketegaran
Dalam menempuh jalan yang kita lalui bersama
Antara aku dan istriku
Untuk calon istriku
Aku ingin kamu jagalah mahkota yang berharga
Yang kamu miliki
Hiiasi dia dengan sejumput berlian, intan dan permata
Jagalah ia sampai aku bisa menyentuhnya dan melihatnya
Karena ku yakin
Kamulah satu-satunya wanita terindah yang kumiliki
Setelah ibu yang melahirkanku
Kamulah wanita akhir zaman
Yang akan menemaniku hingga detik zaman berakhir...
Negeri Pantun, 12 Juli 2011
My room, 19.35 wib
Oleh : Fakhriyansyah
Penggiat Sastra Kota Tanjungpinang
Tanam padi sudah biasa
Tolong pinggirkan jangan dibantun
Indah budi karena bahasa
Elok tuturan bersopan santun
Kebiasaan berpantun merupakan suatu hal yang lazim dilakukan oleh masyarakat Melayu. Terutama Kota Tanjungpinang, maka pantaslah negeri ini disematkan sebagai Negeri Pantun. Tilik punya tilik, memanglah benar adanya kebiasaan berpantun itu dilakukan oleh masyarakatnya untuk berucap, bertutur dan bahkan menyindir orang dengan menggunakan pantun, kalaupun bisa menyatakan cinta, menolak cinta atau marah pun akan dilakukan dengan berpantun bahkan bila emosi memuncak, orang Melayu memiliki trik tersendiri untuk meluapkannya, yakni PANTUN.
Pantun adalah salah satu bentuk puisi lama Melayu. UU Hamidy mengungkapkan bahwa pantun dapat diartikan sebagai bahasa terikat yang dapat memberi arah, petunjuk, tuntutan dan bimbingan. Pantun adalah puisi lama yang terdiri atas 4 baris dalam satu bait. Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang, baris ketiga dan keempat merupakan isi atau jawab. Setiap baris terdiri dari 4-5 kata atau 8-12 suku kata. Pantun memiliki sajak a-b-a-b. Mungkin ini sudah kita kenali sejak berada dibangku sekolah dasar dan bahkan diulang kembali sampai ke perguruan tinggi. Namun, ciri-ciri pantun itu sering sekali kita lupakan dan seolah hanya sekedar ingatan sesaat. Ada yang menyamakan antara pantun dan karmina. Itu memang suatu perbedaan yang sangat jelas tampak, bagi kita yang terbiasa dengan pantun 4 kerat. Karmina atau pantun kilat atau pantun betawi itu terdiri dari 2 baris, namun memiliki persajakan a-b-a-b juga, misalnya :
Ikan sepat, ikan gabus
Makin cepat, makin bagus
Tampak memang perbedaannya, meski memiliki persajakan yang sama. Namun itu bukan lah pantun yang kita kenali sejak dulu. Pantun, memang merupakan suatu kebiasaan orang Melayu untuk mengucapkan sesuatu dengan tujuan agar bersopan santun. Itulah sebabnya, pantun membuat orang menjadi lebih sopan dan santun. Dengan berpantun karakter pribadi tampak jelas, bahwa orang itu memiliki kepribadian yang berbudi luhur. Itulah sebabnya, budaya berpantun harus dikembangkan sejak dini. Semenjak menjadi Negeri Pantun, Kota Tanjungpinang mulai giat dalam melestarikan budaya bangsa yang sejatinya kita kembangkan dan praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun memiliki banyak halangan dan tantangan, banyak even-even besar yang mengadakan peraduan pantun, apakah itu antar pelajar SD, SMP, SMA bahkan Mahasiswa, kader PKK, instansi bahkan yang lebih luas lagi. Selain peraduan, dalam setiap kesempatan, untuk memulai, ditengah atau diakhir pidato setiap kata sambutan atau pidato baik itu pejabat daerah, kepala dinas instansi, kepala sekolah, guru, siswa dan sebagainya selalu diselipkan. Itu adalah salah satu usaha melestarikan budaya berpantun. Rasanya kalau tidak diselipkan pantun, seperti hambar dan ada saja yang kurang. Walikota Tanjungpinang, Hj. Suryatati A Manan, sangat menganjurkan agar dalam setiap kegiatan untuk menyelipkan pantun dalam pidato atau sambutannya. Karena menurut beliau, pantun adalah ciri khas Tanjungpinang pada khususnya dan Melayu umumnya.
Ingatkah dengan pantun ini:
Cik Minah sakit kakinya
Karena terjatuh dari tangga
Buanglah sampah pada tempatnya
Agar kebersihan tetap terjaga
Itu adalah pantun yang diletakkan ditong-tong sampah milik Pemko Tanjungpinang. Namun sekarang pantun itu seolah terbiar dan bahkan banyak yang telah terlepas dari tempatnya serta hilang. Menurut saya, itu adalah suatu hal yang sudah bagus dan perlu diperbanyak lagi. Memang itu adalah suatu tantangan, sebab banyak tangan-tangan usil yang tak bertanggung jawab, tak suka dengan pantun Cik Minah itu terpampang ditepi-tepi jalan Kota Tanjungpinang. Kini tak banyak pula hanya tinggal tiang besi penyanggahnya atau tinggal keterangan informasi tentang sampah organik dan anorganik, luar biasa....
Kembali ke Pantun.... seorang Datin dari Malaysia, menghimpun pantunnya dalam sebuah buku pantun yakni Himpunan Syahdu Pantun Melayu Indah Dalam Kiasan, tulisan Datin Asima Abdul Latiff, menuliskan berbagai jenis pantun. Inilah petikan pantun 6 kerat yang menggugah hati, yakni :
Kalau berbuah dusun dibukit
Luruh dicari bersama-sama
Longgok ditepi pohon kuini
Dimajlis nikah pantun terselit
Di dewan negeri pantun bergema
Kita lestari warisan ini
Memang, pantun yang luar biasa. Mengarang pantun dengan sempurna. Dari segi bahasa yang digunakan, merupakan bahasa Melayu asli dan sepertinya tak pernah terfikirkan oleh kita untuk menuliskan pantun dengan kata-kata tersebut.
Jadikanlah pantun sebagai ragam tuturan lisan sehari-hari. Pantun juga sebagai latihan untuk berpikir kritis untuk menyusun kata-kata yang bersajak. Selain itu juga menjadikan kita menjadi lebih soPAN sanTUN.... mari berpantun......!!!!
Pergi kepekan mencari kayu
Indah cuaca ketika pagi
Kita masyhurkan pantun Melayu
Kalau tak kita siapa lagi